Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmad dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini, makalah yang berjudul ”PENILAIAN
AUTENTIK”. Tujuan dibuatnya tugas makalah ini untuk
melengkapi tugas mata kuliah telaah kurikulum SMA.
Makalah ini
berisikan tentang pengertian, makna, manfaat, ciri, tuntutan kurikulum 2013,
belajar autentik, jenis-jenis, pengembangan nilai dan hakikat penilaian
autentik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca khusunya para pendidik yang setiap harinya berinteraksi dengan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
Makalah ini tentunya masih terdapat
kekurangan untuk itu pesan dan kesan dari pembaca sangat diharapkan oleh kami,
sebagai bahan perbaikan di kemudian hari.
Manokwari,
27 Maret 2014
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Manfaat
Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penilaian
2.2 Definsi Dan
Makna Penilaian Autentik (Asesmen Autentik)
2.3 Manfaat
Penilaian Autentik
2.4 Ciri Penilaian
Autentik
2.5 Asesmen
Autentik Dan Tuntutan Kurikulum 2013
2.6 Asasmen
Autentik Dan Belajar Autentik
2.7 Jenis-Jenis
Asesmen Autentik
2.8 Pengembangan
Penilaian Autentektik
2.9 Hakikat
Penilaian Autentik
BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
penilaian hasil pembelajaran siswa sejalan dengan perkembangan kurikulum yang
dipergunakan. Hal itu disebabkan penilaian merupakan salah satu komponen yang terkait langsung dengan
kurikulum. Kurikulum itu sendiri adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraankegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu (PP
No.19, Th. 2005:3). Untuk mengukur kadar ketercapaian kurikulum di jenjang
sekolah, khususnya yang mencakup tujuan dan isi, penilaian terhadap capaian
hasil pembelajaran harus dilakukan.
Perubahan
kurikulum menjadi KTSP turut mengubah paradigma kegiatan pembelajaran dan
proses penilaian, baik yang menyangkut tentang sistem, prinsip, pendekatan,
maupun teknik dan bentuk penilaian (Arifin, 2009:178). KTSP menuntut
pelaksanaan penilaian yang mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan. Salah
satu prinsip penilaian yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan adalah
menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh berarti penilaian oleh guru
mencakup semua aspek kompetensi (aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek
afektif) dengan menggunakan berbagai teknik penilain yang sesuai.
Berkesinambungan artinya penilaian dilakukan untuk memantau perkembangan
kemampuan siswa.
Untuk
dapat melihat perkembangan hasil belajar selama proses pembelajaran dilakukan
melalui asesmen formatif yaitu proses penilaian yang direncanakan sehingga
menimbulkan bukti status siswa yang digunakan oleh guru untuk menyesuaikan
prosedur pembelajaran yang sedang berlangsung serta untuk menyesuaikan taktik
belajar siswa saat ini dan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
kekuatan dan kelemahan proses pembelajaran yang telah dilakukan dan menggunakan
informasi tersebut untuk memperbaiki, mengubah atau memodifikasi proses pembelajaran
agar lebih efektif. Dengan kata lain dengan informasi yang diperoleh, guru akan
memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki, sedangkan yang tidak perlu
diperbaiki perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Hamid
(2008:36) menemukan fakta bahwa sistem penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran Fisika di SMA masih didominasi dengan penilaian paper and
pencil test, sementara kinerja siswa maupun penilaian diri oleh siswa tidak
pernah dilakukan oleh guru. Pada hal, tujuan mata pelajaran Fisika yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.22 Tahun 2006
tentang Standar Isi adalah agar siswa memiliki kemampuan: (1) Membentuk sikap
positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta
mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) Memupuk sikap ilmiah yaitu
jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
(3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis; (4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam
berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip
fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik
secara kualitatif maupun kuantitatif; (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika
serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan
tujuan mata pelajaran Fisika tersebut, jelas bahwa aspek psikomotor maupun
aspek afektif justru sangat penting untuk dinilai. Tanpa itu data yang
dikumpulkan dalam penilaian menjadi kurang lengkap dan tidak bermakna (Arifin,
2009:179). Hamid (2008:40) juga menegaskan penilaian yang tidak menyeluruh
mengakibatkan guru mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan pada akhir
semester khususnya dalam pengisian rapor siswa.
Hasil
belajar psikomotor pada mata pelajaran Fisika tidak dapat diabaikan karena
berdasarkan hakikatnya Fisika merupakan bidang ilmu yang tidak hanya berupa
kumpulan fakta tetapi juga merupakan serangkaian proses ilmiah yang membutuhkan
keaktifan bertindak atau hands-on (Yuliati, 2008:5). Pengukuran aspek
psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan
(Arikunto, 2010:182). Menurut Ryan (Haryati, 2008:26) salah satu cara menilai
kompetensi aspek psikomotor adalah melalui pengamatan langsung serta penilaian
tingkah laku (kinerja) siswa selama kegiatan pembelajaran (praktek
berlangsung).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut;
1. Apa
yang di maksud dengan penilaian?
2. Apa
yang di maksud dengan assesmen autentik dan apa maknanya?
3. Apa
ciri autentik?
4. Apa
manfaat penilaian autentik?
5. Bagaimana
asesmen autentik pada kurikulum 2013?
6. Bagaimana
belajar autentik?
7. Apa
saja jenis-jenis penilaian autentik?
8. Bagaimana
pengembangan penilaian pada penilaian autentik?
9. Apa
hakikat penilaian autentik?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan makala ini adalah:
1. Menjelaskan
pengertian penilaian.
2. Menjelaskan
pengertian asesmen autentik dan maknanya.
3. Menjelaskan
manfaat penilaian autentik.
4. Menjelaskan
ciri-ciri autentik.
5. Menjelaskan
asesmen autentik dan tuntutan kurikulum 2013
6. Menjelaskan
asesmen autentik dan belajar autentik
7. Menejelaskan
jenis-jenis penilaian autentik.
8. Menjelaskan
pengembangan pnilaian pada penilaian autentik.
9. Menjelaskan
penilaian autentik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penilaian
Istilah penilaian sebagai terjemahan
dari “Evaluation” jika dalam kepustakaan lain digunakan istilah
assesmen, appraisal, sebagai panduan akan digunakan sebuah definisi Evaluasi
sebagai berikut : yang berasall dari B. Bloom dalam bukunya :
“Handbook
or Formative and Summative Evaluation of Student Learning”
“Evaluation,
as we see it, is the systimatic collection of evidence to determine
whither
infact certain changes are taking place in the learns as well as to
determine
the a mount or degree of change in individual students”.
Dari definisi di atas yang perlu
diperhatikan, bahwa dalam melakukan penilaian Anda harus yakin bahwa pendidikan
dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal yang harus
dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan
dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi.
Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil
pengukuran berbentuk angka misalnya dari testing, pemberian tugas penampilan (performance),
kertas kerja, laporan tugas lapangan dan lain-lain.Bukti dapat pula bersifat
kualitatif, tidak berbentuk bilangan, melainkan hanya menunjukkan kualifikasi
hasil belajar seperti baik sekali, sedang, rajin, cermat dan lain-lain.
Bukti-bukti
kuantitatif maupun kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi persyaratan
tertentu agar dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku
dan derajat perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu
dipengaruhi oleh Value Judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian
tersebut tidak bisa diabaikan, demi kepentingan semua
Penilaian
adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi
informasi untuk membuat keputusan.
2.2 Definsi Dan Makna Penilaian Autentik (Asesmen Autentik)
Istilah
autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam
kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik
sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik,
tidak lazim digunakan.
Secara
konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan
dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen
autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas
mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Salah
satu implikasi dari diterapkannya standard kompetensi adalah proses penilaian
yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus
menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standard kompetensi
guru harus:
Ø
Mengembangkan
matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin
pengalaman belajar yang terarah.
Ø
Mengembangkan
penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang
menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
Untuk
mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik,
berikut ini dikemukakan beberapa definisi. Dalam Jhon Mueller(2006) penilaian
Autentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk
menampilkan tugas. Dalam American
Librabry Association asesmen autentik didefinisikan sebagai
proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap
peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School, asesmen
autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan
dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins mendefinisikan asesmen
autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan
prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran,
seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa
oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan
sebagainya.
Penilaian
autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang
mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Berikut adalah
prinsip-prinsip umum penilaian otentik.
Ø
Proses
penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from,
instruction)
Ø
Penilaian
harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan
masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
Ø
Penilaian
harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
Ø
Penilaian
harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(kognitif, afektif, dan sensori-motorik)
Pada pelaksanaan penilaian hendaknya
tujuan penilaian diarahkan pada empat (4) hal berikut.
Ø
Keeping
track, yaitu
untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan
rencana.
Ø
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.
Ø
Finding-out, yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam
proses pembelajaran.
Ø
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah
anak didik telah mencapai.
2.3 Manfaat Penilaian Autentik
1.
Penggunaan
penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang
dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah
dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik
menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan
sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan
keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung
terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati
langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang
dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak
hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan
juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik
sehingga menjadi lebih bermakna.
2.
Penilaian
autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya.
Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah
dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat
saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk
mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada
situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun
jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang
dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
3.
Penilaian
autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan
penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran
tradisional, juga model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan
penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun,
tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut,
yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian
hasil belajar pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain
demikian. Ketika guru membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif
mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap penguasaan topik
itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam
sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4.
Penilaian
autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya,
unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini
memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang
menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional,
misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab
dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar
dengan model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi
itu menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya.
Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang
harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
2.4 Ciri Penilaian Autentik
Ø
Memandang
penilaian dan pembelajaran secara terpadu
Ø
Mencerminkan
masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
Ø
Menggunakan
berbagai cara dan criteria
Ø
Holistik
(kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
2.5 Asesmen Autentik Dan Tuntutan Kurikulum 2013
Asesmen
autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu
menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka
mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen
autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan
yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan
pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar
atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain
dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode
yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang
miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu,
memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat
juga
Asesmen
autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes
berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban
singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses
pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara
akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim,
atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam asesmen autentik, seringkali
pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan
aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta
didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian
keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen
autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar,
motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena
penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik
berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik
bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus
mereka lakukan.
Asesmen
autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajar tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta
didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah
atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu,
guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk
materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
2.6 Asasmen Autentik Dan Belajar Autentik
Asesmen
Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut Ormiston
belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh
peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada
umumnya. Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata
menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen
autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau
menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran,
portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan
sesuatu.
Asesmen
autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston belajar
autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam
kenyataannya di luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik
penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang
berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat
kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan
yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang
digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap,
keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan
demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara
terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu
yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan
kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi
perkembangan pribadi mereka.
Dalam
pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan
pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu
sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia
nyata yang luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung
jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin
pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk
tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan
mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Sejalan
dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru
autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada
penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi
kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini;
1.
Mengetahui
bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
2.
Mengetahui
bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka
sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai
bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3.
Menjadi
pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan
pemahaman peserta didik.
4.
Menjadi
kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen
autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an.
Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur
prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain
telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini
telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar
sekolah atau masyarakat.
Asesmen
hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,
karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta
didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak
mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap
derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam
banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik
memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai
dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian,
sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan
memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen
proses dan hasil belajar yang autentik.
Data
asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan
akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data
asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau
deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai
keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.
Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau
daftar cek (checklist) untuk
menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran
terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir,
mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik
atau holistik. Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja peserta
didik, seperti menilai kompetisi Olimpiade Sains Nasional.
2.7 Jenis-Jenis Asesmen Autentik
Dalam
rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara
jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri
sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan
apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan
dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa
yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis
asesmen autentik disajikan berikut ini.
1.
Penilaian Kinerja
Asesmen
autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan
meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan
mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan
informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik
baik dalam bentuk laporan naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa cara
berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
a)
Daftar
cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
b)
Catatan
anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru
menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta
didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan
seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
c)
Skala
penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala
numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2
= kurang, 1 = kurang sekali.
d)
Memori
atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati
peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru
menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik
sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup
dianjurkan.
Penilaian
kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,
langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja
yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua,
ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga,
kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk
menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari
kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima,
urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan
atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan
berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru
dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi,
bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan
alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan
langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri
(self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian
diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk
menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian
diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
ü
Penilaian
ranah sikap. Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
ü
Penilaian
ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan
atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan.
ü
Penilaian
ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata
pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Teknik
penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama, menumbuhkan rasa percaya
diri peserta didik. Kedua,
peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik
berperilaku jujur. Keempat,
menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.
2.
Penilaian Proyek
Penilaian
proyek (project assessment)
merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh
peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman,
mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.
Selama
mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan
untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada
setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian
khusus dari guru.
a)
Keterampilan
peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah dan
menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
b)
Kesesuaian
atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
c)
Orijinalitas
atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh
peserta didik.
Penilaian
proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam kaitan
ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan
rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan
penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek,
skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk
poster atau tertulis.
Produk
akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian
produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil
akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi
penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan,
pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain),
barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan
karya logam. Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang harus
dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk
pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
3.
Penilaian
Portofolio
Penilaian
portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan
dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi
secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi
berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian
portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari
proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau
informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio
adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu
periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski
dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Memalui
penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar
peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat
karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/
literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian
itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan
tuntutan pembelajaran.
Penilaian
portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.
a)
Guru
menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b)
Guru
atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
c)
Peserta
didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
d)
Guru
menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e)
Guru
menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f)
Jika
memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio
yang dihasilkan.
g)
Guru
memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4.
Penilaian Tertulis
Meski
konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang
lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil
pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau
mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih
jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan,
dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban
singkat atau pendek, dan uraian.
Tes
tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis
berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pada tes
tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya
sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh
nilai yang sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan
dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau
kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan
jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan
analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola
jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban terbatas
(restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat
mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau
kompleks.
2.8 Pengembangan Penilaian Autentektik
Semua
rangkaian dalam lingkup kegiatan belajar mengajar harus direncanakan dengan
baik agar dapat memberikan hasil dan dampak yang maksimal. Hal inilah antara
lain yang kemudian mendorong intensifnya penerapan teknologi pendidikan dalam
dunia pendidikan. Perencanaan yang baik juga harus diterapkan dalam kegiatan
penilaian yang menjadi bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Mueller
(2008) mengemukakan sejumlah langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan
penilaian otentik, yaitu yang meliputi penentuan standar; penentuan tugas otentik;
pembuatan kriteria; dan pembuatan rubrik.
Ø Penentuan
Standar
Standar
dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang harus diketahui atau
dapat dilakukan pembelajar. Di samping standar ada goal (tujuan umum) dan
objektif (tujuan khusus), dan standar berada di antara keduanya. Standar dapat
diobservasi (observable) dan diukur (measurable) ketercapaiannya.Istilah umum
yang dipakai di dunia pendidikan di Indonesia untuk standar adalah kompetensi
sebagaimana terlihat pada KBK dan KTSP. Di kurikulum tersebut dikenal adanya
istilah standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar. Standar kompetensi
lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (PP No. 19 Tahun 2005: 2), sedang kompetensi dasar adalah
kompetensi atau standar minimal yang harus tercapai atau dikuasai oleh
pembelajar.
Kompetensi, baik
yang dirumuskan sebagai standar kompetensi maupun kompetensi dasar, menjadi
acuan dan tujuan yang ingin dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran. Oleh
karena itu, kompetensi apa yang akan dicapai itu haruslah yang pertama-tama ditetapkan.
Untuk kurikulum sekolah (KTSP), standar kompetensi dan kompetensi dasar, yang
dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebut Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), telah secara jelas ditunjuk. Standar Kompetensi
Lulusan inilah yang kemudian dijadikan pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Karena standar kompetensi dan
kompetensi dasar lazimnya masih abstrak, kompetensi dasar kemudian dijabarkan
menjadi sejumlah indikator yang lebih operasional sehingga jelas kemampuan,
keterampilan, atau kinerja apa yang menjadi sasaran pengukuran.
Standar
Kompetensi Lulusan tentu saja harus mencerminkan harapan masyarakat tentang apa
yang mesti dicapai dan atau dikuasai oleh lulusan satuan pendidikan tertentu.
Akibat perkembangan ilmu dan teknologi di era informasi, dewasa ini
perkembangan kehidupan begitu cepat, perubahan demi perubahan begitu cepatnya,
apa yang semula dianggap mapan atau menzaman, dalam hitungan sedikit tahun atau
bahkan bulan, telah menjadi ketinggalan zaman. Dengan demikian, perubahan kini
menjadi kata kunci untuk tetap bertahan. Maka, keterbukaan terhadap perubahan
juga suatu hal yang harus diterima dan disikapi dengan benar. Konsekuensinya,
salah satu kompetensi yang disiapkan untuk lulusan satuan pendidikan juga harus
menerima dan mengikuti arus perubahan itu, dan itu artinya rumusan kompetensi
harus realistik sesuai dengan tuntutan zaman.
Ø Penentuan
Tugas Otentik
Tugas otentik
adalah tugas-tugas yang secara nyata dibebankan kepada pembelajar untuk
mengukur pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan
pembelajaran masih berlangsung atau ketika sudah berakhir. Pengukuran hasil
pencapaian kompetensi pembelajar yang secara realistic dilakukan di kelas dapat
bersifat model tradisional atau otentik sekaligus tergantung kompetensi atau indicator
yang akan diukur. Tugas otentik (authentic task) sering disinonimkan dengan penilaian
otentik (authentic assessment) walau sebenarnya cakupan maknayang kedua lebih
luas.Permasalahan yang segera muncul adalah tugas-tugas apa atau model-model
pengukuran apa yang dapat dikategorikan sebagai tugas atau penilaian otentik.
Semua kegiatan
pengukuran pendidikan harus mengacu pada standar (standar kompetensi,
kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Demikian pula halnya dengan pemberian
tugas-tugas otentik. Pemilihan tugas-tugas tersebut pertama-tama haruslah
merujuk pada kompetensi mana yang akan diukur pencapaiannya. Kedua, dan inilah
yang khas penilaian autentik, pemilihan tugastugas itu harus mencerminkan
keadaan atau kebutuhan yang sesungguhnya di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian
otentik mesti terkandung dua hal sekaligus: sesuai dengan standar (kompetensi)
dan relevan (bermakna) dengan kehidupan nyata. Dua hal tersebut haruslah
menjadi acuan kita ketika membuat tugas-tugas otentik untuk mengukur pencapaian
kompetensi pembelajaran kepada peserta didik.
Dengan demikian,
apa yang ditugaskan oleh guru kepada pembelajar dan yang dilakukan oleh pembelajar
telah mencerminkan kompetensi yang memang dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Hal
itu berarti ada keterkaitan antara dunia pendidikan di satu sisi dengan
tuntutan kebutuhan kehidupan di dunia nyata di sisi lain. Misalnya, dalam
pembelajaran bahasa, bahasa target apa saja, pasti terdapat standar kompetensi
lulusan yang berkaitan dengan kemampuan menulis. Menulis dalam kaitan ini bukan
sekedar menulis demi tulisan itu sendiri, melainkan menulis untuk menghasilkan
karya tulis yang memang dibutuhkan di dunia nyata. Misalnya, menulis surat lamaran
pekerjaan, surat penawaran produk, menulis artikel untuk media masa, dan lain-lain. Untuk itu, pembuatan tugas-tugas
otentik dalam rangka penilaian otentik capaian hasil belajar peserta didik
mesti terkait dengan kemampuan menghasilkan karya tulis jenis-jenis tersebut.
Ø Pembuatan
Kriteria
Jika standar
(kompetensi, kompetensi dasar) merupakan arah dan acuan kompetensi pembelajaran
yang dibelajarkan oleh pendidik dan sekaligus akan dicapai dalam oleh subjek
didik, proses pembelajaran haruslah secara sadar diarahkan ke capaian
kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian pula halnya dengan
penilaian yang dimaksudkan untuk mengukur kadar capaian kompetensi sebagai
bukti hasil belajar. Untuk itu, diperlukan criteria yang dapat menggambarkan
capaian kompetensi yang dimaksud. Kriteria merupakan pernyataan yang menggambarkan
tingkat capaian dan bukti-bukti nyata capaian belajar subjek belajar dengan
kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah dirumuskan
sebelum pelaksanaan pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi kriteria
lebih dikenal dengan sebutan indikator.
Dalam kegiatan
pembelajaran, semua kompetensi yang dibelajarkan harus diukur kadar capaiannya
oleh pembelajar. Jika dalam lingkup penilaian otentik harus melibatkan dua
macam relevansi, yaitu sesuai dengan kompetensi dan bermakna dalam kehidupan nyata,
kriteria atau indikator penilaian yang dikembangkan harus juga mengandung kedua
tuntutan tersebut. Singkatnya, sebuah kriteria penilaian capaian hasil belajar
harus cocok dengan kompetensi yang dibelajarkan dan sekaligus bermakna atau
relevan dengan kehidupan nyata. Jumlah criteria yang dibuat bersifat relatif,
tetapi sebaiknya dibatasi, dan yang pasti criteria harus mengungkap capaian hal-hal
yang esensial dalam sebuah standar (kompetensi) karena hal itulah yang menjadi
inti penguasaan terhadap kompetensi pembelajaran. Kita tidak mungkin menagih
semua tugas yang dibelajarkan dan sekaligus dipelajari subjek didik.
Selain itu,
pembuatan kriteria harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang selama ini
dinyatakan baik, baik dalam arti efektif untuk keperluan penilaian hasil
belajar. Ketentuan-ketentuan itu antara lain (i) harus dirumuskansecara jelas;
(ii) singkat padat; (iii) dapat diukur, dan karenanya haruslah dipergunakan
kata-kata kerja operasional; (iv) menunjuk pada tingkah laku hasil belajar, apa
yang mesti dilakukan dan bagaimana kualitas yang dituntut; dan (v) sebaiknya
ditulis dalam bahasa yang dipahami oleh subjek didik. Perumusan kriteria yang
jelas dan operasional akan mempermudah kita, para guru, untuk melakukan
kegiatan penilaian.
Ø Pembuatan
Rubrik
Penilaian
otentik menggunakan pendekatan penilaian acuan criteria (criterion referenced
measures) untuk menentukan nilai capaian subjek didik. Dengan demikian, nilai
seorang pembelajar ditentukan seberapa tinggi kinerja ditampilkannya secara
nyata yang menunjukkan tingkat capaian kompetensi yang dibelajarkan. Untuk
menentukan tinggi rendahnya skor kinerja yang dimaksud, haruslah dipergunakan alat
skala untuk memberikan skorskor tiap kriteria yang telah ditentukan. Alat yang
dimaksud disebut rubric (rubric). Rubrik dapat dipahami sebagai sebuah skala
penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik
untuk tiap criteria terhadap tugas-tugas tertentu (Mueller, 2008).
Dalam sebuah
rubrik terdapat dua hal pokok yang harus dibuat, yaitu criteria dan tingkat
capaian kinerja (level of performance) tiap kriteria. Kriteria berisi hal-hal
esensial standar (kompetensi) yang ingin diukur tingkat capaian kinerjanya yang
secara esensial dan konkret mewakili standar yang diukur capaiannya. Dengan
membatasi criteria pada hal-hal esensial, dapat dihindari banyaknya kriteria
yang dibuat yang menyebabkan penilaian menjadi kurang praktis. Selain itu,
kriteria haruslah dirumuskan atau dinyatakan (jadi: berupa pernyataan dan bukan
kalimat) singkat padat, komunikatif, dengan bahasa yang gramatikal, dan
benarbenar mencerminkan hal-hal esensial (dari standar/kompetensi) yang diukur.
Dalam sebuah rubrik, kriteria mungkin saja atau boleh juga dilabeli dengan
kata-kata tertentu yang lebih mencerminkan isi, misalnya dengan kata-kata:
unsur yang dinilai.
Tingkat capaian
kinerja, di pihak lain, umumnya ditunjukkan dalam angka-angka, dan yang lazim
adalah 1-4 atau 1-5, besar kecilnya angka sekaligus menunjukkan tinggi
rendahnya capaian. Tiap angka tersebut biasanya mempunyai deskripsi verbal yang
diwakili, misalnya skor 1: tidak ada kinerja, sedang skor 5: kinerja sangat meyakinkan
dan bermakna. Bunyi deskripsi verbal tersebut harus sesuai dengan kriteria yang
akan diukur. Yang pasti terdapat banyak variasi dalam pembuatan rubrik, juga
untuk criteria dan angka tingkat capaian kinerja. Penilaian tingkat capaian
kinerja seorang pembelajar dilakukan dengan menandai angka-angka yang sesuai. Rubrik
lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria ditempatkan di sebelah dan tingkat
capaian di sebelah kanan tiap kriteria yang diukur capaiannya itu. Misalnya,
untuk mengukur tampilan pidato seorang siswa, dibuatkan rubrik sebagai berikut.
Kemampuan
Berpidato
No
|
Aspek yang di nilai
|
Tingkat Capaian Kinerja
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1.
|
Ketepatan
laval
|
|
|
|
|
|
2.
|
Ketepatan
diksi
|
|
|
|
|
|
3.
|
Ketepatan
struktur gramatikal
|
|
|
|
|
|
4.
|
Sifat
penuturan
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pemahaman
dan kelancaran
|
|
|
|
|
|
6.
|
Ketepatan
gagasan
|
|
|
|
|
|
7.
|
Keakuratan
gagasan
|
|
|
|
|
|
8.
|
Keluasan
gagasan
|
|
|
|
|
|
9.
|
Keterkaitan
antar gagasan
|
|
|
|
|
|
10.
|
Kebermaknaan
penuturan
|
|
|
|
|
|
Ø Contoh
Penilaian Otentik: Portofolio
Salah
satu penilaian otentik yang kini popular dipergunakan di dunia pendidikan di
Indonesia adalah portofolio (portfolio). Bahkan, tampaknya di Indonesia
penilaian model portofolio lebih dahulu dikenal para guru dari pada penilaian
otentik bersamaan dengan pelaksanaan KBK/ KTSP. Tampaknya, tidak terlalu salah
jika dikatakan bahwa salah satu trade mark penilaian era KBK/KTSP adalah dengan
model portofolio. Kini, penilaian portofolio semakin ramai dibicarakan dan
diakrabi para guru dan dosen yang mengajukan sertifikasi profesionalisme
pendidik lewat pembuatan portofolio. Sebelumnya, portofolio sudah lebih banyak
dikenal di dunia usaha dan perkantoran.
Penggunaan
portofolio sebagai salah model penilaian hasil belajar bahasa dan sastra juga
cocok karena dengan cara ini mahasiswa/siswa dipaksa atau terpaksa harus
membuat karya tulis. Penilaian model portofolio juga menjamin memberikan data
otentik tentang capaian kemampuan berbahasa. Penilaian portofolio merupakan
salah bentuk penilaian berbasis kelas yang merupakan penilaian yang dilakukan
dalam proses pembelajaran. Penilaian berbasis kelas merupakan proses
pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang
dilakukan guru dengan menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan berkaitan dengan
kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum (Supranata & Hatta,2004:5)
2.9 Hakikat Penilaian Autentik
Model penilaian autentik (authentic
assessment) dewasa ini banyak dibicarakan di dunia pendidikan karena model
ini direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan, penggunaannya dalam
kegiatan menilai hasil belajar pebelajar. Salah satu permasalahan yang muncul
adalah belum tentu semua guru/dosen memahami konsep dan pelaksanaan penilaian
autentik. Jika sebuah konsep belum terpahami, bagaimana mungkin kita mau
mempergunakannya untuk keperluan praktis pada kegiatan pembelajaran? Mungkin
saja orang menyangka atau mengatakan telah mempergunakan penilaian autentik
untuk menilai hasil belajar siswa, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Penilaian otentik mementingkan penilaian
proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam
rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan
tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat
banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan
berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang
teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam
beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hakikat penilaian pendidikan menurut
konsep authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa
mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu
diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di
akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil
belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN), tetapi juga dilakukan bersama dan secara
terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi, 2004:
168)
Data yang dikumpulkan
melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk mencari informasi
tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode
pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian autentik
mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh
tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara
objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan pada hasil akhir
(produk). Lagi pula sangat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan
selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika
dilihat dari sudut pandang teori Bloom, sebuah model yang dijadikan acuan
pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini,
penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Cara penilaian juga bermacam-macam,
dapat menggunakan model nontes dan tes sekaligus, serta dapat dilakukan kapan
saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Namun, semuanya harus tetap
terencana secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes (ulangan) harian,
latihan-latihan di kelas, penugasan, wawancara, pengamatan, angket, catatan
lapangan/harian, atau portofolio. Penilaian yang dilakukan lewat berbagai cara
atau model, menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah
yang kemudian disebut sebagai penilaian autentik. Autentik dapat berarti dan
sekaligus menjamin keobjektifan, sesuatu yang nyata, konkret, benar-benar hasil
tampilan siswa, serta akurat dan bermakna.
Penilaian autentik menekankan kemampuan
pebelajar untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan
bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekadar menanyakan atau menyadap pengetahuan
yang telah diketahui pembelajar, tetapi juga kinerja secara nyata dari
pengetahuan yang telah dikuasai. Sebagaimana dinyatakan Mueller (2008)
penilaian autentik merupakan a form of assessment in which students are
asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful application of
essential knowledge and skills. Jadi, penilaian autentik merupakan suatu
bentuk tugas yang menghendaki pebelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia
nyata. secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan
keterampilan. Menurut Stiggins (dalam Mueller, 2008), penilaian autentik
merupakan penilaian kinerja (perfomansi) yang meminta pebelajar untuk
mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan
pengetahuan yang dikuasainya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Penilaian
adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi
informasi untuk membuat keputusan.
2.
Makna
Penilaian autentik dalam pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian
diarahkan pada hal berikut.
Ø
Keeping
track, yaitu
untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan
rencana.
Ø
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.
Ø
Finding-out, yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam
proses pembelajaran.
Ø
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah
anak didik telah mencapai.
3.
Manfaat
Penilain Autentik
Ø
Penggunaan
penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang
dibelajarkan.
Ø
Penilaian
autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya.
Ø
Penilaian
autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan
penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu.
Ø
Penilaian
autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya,
unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini
memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang
menurutnya paling efektif.
4.
Ciri
penilaian autentik
Ø
Memandang
penilaian dan pembelajaran secara terpadu
Ø
Mencerminkan
masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
Ø
Menggunakan
berbagai cara dan criteria
Ø
Holistik
(kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
5.
Asesmen
autentik dan tuntutan kurikulum 2013 yaitu asesmen autentik memiliki relevansi
kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan
Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan
hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba,
membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada
tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk
menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya,
asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam
pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang
sesuai.
6.
Asesmen
autentik dan belajar autentik yaitu Dalam pembelajaran autentik, peserta didik
diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka
fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta
mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini,
guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta
didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang
fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun
mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis,
mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk
kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
7.
Jenis-jenis
asesmen autentik
Ø
Penilaian Kinerja
Ø
Penilaian Proyek
Ø
Penilaian Portofolio
Ø
Penilaian Tertulis
8.
Penentuan
Penilaian autentik
Ø Penentuan
Standar
Ø Penentuan
Tugas Otentik
Ø Pembuatan
Kriteria
Ø Pembuatan
Rubrik
Ø Contoh
Penilaian Otentik: Portofolio
9. Hakikat
penilaian autentik yaitu Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan
hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian
kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak
semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak
kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran
sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan
berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang
teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam
beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar